Perilaku politik adalah tingkah laku politikm para aktor politik dan
warganegara atau interaksi antara pemerintah danmasyarakat, lembaga-lembaga
pemerintah, antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam proses
pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik.
Aktor politik ada dua macam :
a. Aktor bertipe pemimpin yang mempunyai tugas,
tanggung jawab, kewenangan untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik.
b. Warga negara biasa yang memiliki hak sarta
kewajiban untuk mengajukan tuntutan dan dukungan terhadap aktor yang bertipe
pemimpin.
Macam-macam
perilku politik :
a. Radikal : adalah perilaku warganegara tidak puas terhadap
keadaan yang ada serta menginginkan perubahan yang cepat dan mendasar, tidak
kenal kompromi dan tidak mengindahkan orang lain cenderung ingin menang
sendiri.
b. Moderat : adalah perilaku politik masyarakat yang
telah cukup puas dengan keadaan dan bersedia maju, tetapi tidak menerima
sepenuhnya perubahan apalagi perubahan yang serba cepat seperti kelompok
radikal.
c. Status Quo : adalah sikap politik dari warga negara
yang sudah puas dengan keadaan yang ada/berlaku dan berusaha tetap
mempertahankan keadaan itu.
d. Konservatif : adalah sikap perilaku politik
masyarakat yang sudah puas dengan keadaan yang sudah ada dan cenderung bertahan
dari perubahan.
e. Liberal : adalah sikapperilaku politik masyarakat
yang berrpikir bebas dan ingin maju terus. Menginginkan perubahan
progresif dan cepat, berdasarkan hukum atau kekuatan legal untuk mencapai
tujuan.
KOMUNIKASI POLITIK
Bentuk-bentuk komunikasi politik ada 2 yaitu :
1. Posisi horizontal : Komunikator danmasyarakat
terlibat menerima danmemberi relatif seimbang sehingga terjadi sharing.
Momunikasi horizontalini meerefleksikan nilai demokrasi.
2. Pola-pola linier: arus komunikasi politiksatu arah
yang cenderung vertikal. Bentuk komuniukasi ini merefleksikan nilai
feodalistik dan pola kepemimpinan otoriter.
DEBAT POLITIK
Debat politik merupakan proses pendewasaan politik
masyarakat melalui tukar pikiran yang mengandung mnakna sebagai berikut :
1. Makna politis yaitu debat harus dapat menjadi
wahana pendidikan politik masyarakat.
2. Makna sosiologis yaitu debat politik harus
mampu mewujudkan kehidupan masyarakat yang senakin sadar hak dan
kewajibannya, memiliki perilkau politikmsantun, tidak anarkis,
kooperatif dll.
Dasar hukum debat politik adalah :
1. Pasal 28 UUD 1945, yaituKemerdekaan berserikan dan
berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dansebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945, yaitu setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,dan mengeluarkan pendapat.
3. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia pada pasal 19 menyatakan setiaporang berhak atas kemerdekaan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
4. UU Nomor 9 tahun 1998, kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum, disebutkan setiap warga negara secara
perorangan atau kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan
tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
TIPE-TIPE
BUDAYA POLITIK (ciri-ciri)
1.
Budaya Politik Parokial ( parochial Political Culture) :
Cirinya : - lingkupnya sempit dan kecil
- masyarakatnya sederhana dan tradisional bahkan buta
hurup.
petani dan buruh tani.
- Spesialisasi kecil belum berkembang.
- Pemimpin politik biasanya berperan ganda
bidang ekonomi,
agama dan budaya.
- masyarakatnya cenderung tidak menaruh minat
terhadap objek
politik yang
luas.
-
masyarakatnya tinggal di desa terpencil di mana kontak dengan
system
politik kecil.
2. Budaya
Politik Subjek (subject Political Culture) :
Cirinya : - Orang secara pasif patuh pada pejabat pemerintahan dan
undang-
undang.
- Tidak melibatkan diri pada politik atau
golput.
- masyarakat mempunyai minat, perhatian,
kesadaran terhadap
system politik.
- Sangat memperhatikan dan tanggap terhadap
keputusan politik,
atau output
- Rendah dalam input kesadaran sebagai actor
politik belum tumbuh.
3. Budaya
Politik Partisipan (participant Political culture) :
Sebagai insan politik, kegiatan-kegiatan politik yang dapat dilakukan sebagai
wujud partisipasi politik, antara lain :
a. Membentuk
organisasi politik atau menjadi anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang dapat mengontrol maupun memberi input terhadap setiap kebijakan
pemerintah.
b. Aktif
dalam proses pemilu, seperti berkampanye, menjadi pemilih aktif, dan menjadi
anggota perwakilan rakyat.
c. Bergabung
dalam kelompok-kelompok kepentingan kontemporer, seperti unjuk rasa secara
damai tidak anarkis atau merusak, petisi, protes, dan demonstrasi.
Cirinya : - Kesadaran masyarakat bahwa dirinya dan orang lain anggota
aktif
dalam kehidupan
politik.
- Melibatkan diri dalam system politik sangat berarti
walaupaun hanya
sekedar
memberikan suara dalam pemilu.
- Tidak menerima begitu saja terhadap keputusan, kebijakan
system
politik
- Dapat menilai dengan penuh kesadaran baik input
maupun output
bahkan
posisi dirinya
sendiri.
Menurt Muhtar
Masoed dan Colin MacAndrews ada 3 model budaya politik
:
a. Model masyarakat demokratis industrial Yang terdiri dari aktivis
politik, kritikus
politik.( Identik
dengan budaya politik partisipan).
b. Model Sistem politik otoriter rakyat sebagai subyek yang pasif,
tunduk pada
hukumnya tapi tidak melibatkan diri dalam urusan politik dan
pemerintahan (Identik dengan budaya politik subjek).
c. Model masyarakat system demokratis pra –industrial masyarakat
pedesaan,
petani, buta hurup, kontak politik sangat kecil, (budaya politik Parokial).
BUDAYA
POLITIK DI INDONESIA
Herbert Feith, Indonesia
memiliki 2 budaya politik yang dominan :
1. Aristokrasi Jawa
2. Wiraswasta Islam
Clifford Geertz, Indonesia memiliki 3 subbudaya yaitu :
1. Santri :
pemeluk agama islam yang taat yang terdiri dari pedagang di kota dan petani
yang berkecukupan.
2.
Abangan : yang terdiri dari petani kecil.
3. Priyayi :
golongan yang masih memiliki pandangan hindu budha, yang kebanyakan dari
golongan terpelajar, golongan atas penduduk kota terutama golongan pegawai.
Afan Gaffar,
budaya politik indonesia memiliki 3 ciri dominan :
1. Hirarki
yang tegar/ketat : adanya pemilahan tegas antar penguasa (wong Gedhe) dengan
Rakyat kebanyakan ( wong cilik).
2. Kecendrungan Patronage ( hubungan antara orang
berkuasa dan rakyat biasa) seperti majikan majikan dengan buruh.
3.
Kecendrungan Neo Patrimonialistik, yaitu perilaku negara masih memperlihatkan
tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Menurut Max Weber,dalam
negara yang patrimonialistik penyelenggaraan pemerinbtahan berada dibawah
kontrol langsung pimpinan negara. Menurutnya karakteristik negara
patrimonialistik adalah :
a. Cenderung mempertukarkan sumber daya yang dimiliki
seseorang penguasa kepada teman-temannya.
b. Kebijakan sering kali lebih bersifat
partikularistik dari pada bersifat universalistik.
c. Rule of Law lebihbersifat sekunder bila
dibandingkan dengan kekuasaan penguasa (rule of man)
d. Penguasa politik sering kali mengaburkan antara
kepentingan umum dan kepentingan publik.
Di masa Orde Baru kekuasaan patrimonialistik telajh menyebabkan kekuasaan tak
terkontrol sehingga negara menjadi sangat kuat sehingga peluang tumbuhnya civil
society terhambat. Contoh budaya politik Neo Patrimonialistik adalah
:
a. proyek di pegang pejabat.
b. Promosi jabatan tidak melalui prosedur yang berlaku ( surat sakti).
c. Anak pejabat menjadi pengusaha besar, memamfaatkan kekuasaan orang
tuanya dan mendapatkan perlakuan istimewa.
d. anak pejabat memegang posisi strategis baik di pemerintahan maupun
politik
Nazarudin
Samsudin, menyatakan
dalam sebuah budaya ciri utama yang menjadi identitas adalah sesuatu nilai atau
orientasi yang menonjol dan diakui oleh masyarakat atau bangsa secara
keseluruhan. Jadi simbol yang selama initelah diakui dan dikenal
masyarakat adalah Bhineka Tunggal Ika, maka budaya politik kita di
Indonesia adakah Bhineka Tunggal Ika.
0 komentar:
Posting Komentar